MAKALAH
Membentuk Potensi Santri (karakteristik dan Bimbingan Kesantrian)
Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Manajemen Pesantren
DOSEN PEMBIMBING
Abdul Haq AS, S.pd.I, M.Pd.I
Lindasari
Liza Fadiyah
Indah Novia
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
AT-TAQWA BONDOWOSO
2018 / 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkat dan hidayahnya hingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Membentuk Potensi Santri (Karakteristik) dan Bimbingan kesantrian”.
Makalah ini disusun guna mengetahui tentang membentuk potensi santri dan juga untuk memenuhi tugas mata kuliah belajar dan pembelajaran.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam menyediakan sumber-sumbernya yang berupa makalah dan tulisan yang telah kami jadikan refrensi guna menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran dari teman teman kami terima demi menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1
Latar belakang ..................................................................................................1
Rumusan masalah ............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................2
Membentuk potensi santri.................................................................................2
Karakteristik......................................................................................................3
Bimbingan kesantrian........................................................................................6
BAB III PENUTUP.....................................................................................................11
Kesimpulan .....................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pondok pesantren merupakan sistem pendidikan agama islam yang tertua sekaligus merupakan ciri khas yang mewakili islam tradisional indonesia yang eksistensinya telah teruji oleh sejarah dan berlangsung hingga kini. Pada mulanya merupakan sistem pendidikan islam yang dimulai sejak munculnya masyarakat islam di indonesia. Secara definisi pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional islam untuk belajar memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama islam dengan menekankan pentingnya moral agama sebagai pedoman hidup sehari-hari dan masyarakat.
Di dalam lembaga pendidikan pesantren ini terdapat seorang kyia yang mengajar dan mendidikk para santri dengan sarana masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut. Selain itu juga di dukung dengan adanya pondok yang merupakan tempat tinggal santri.
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana cara membentuk potensi santri?
Bagaimana cara mengembangkan karakteristik santri?
Bagaimana cara membimbing santri didalam pondok pesantren?
TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui cara membentuk potensi santri
Untuk mengetahui cara mengembangkan karakteristik santri
Untuk mengetahui cara membimbing santri didalam pondok pesantren
BAB II
PEMBAHASAN
Membentuk potensi santri
Pesantren atau pondok adalah lembaga yang merupakan wujud proses pengembangan sistem pendidikan nasional. Dari segi historis pesantren tidak hanya di identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian indonesia.
Dari beberapa rujukan yang ada, diperoleh kesimpulan bahwa pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan islam di indonesia memiliki karakteristik yang khusus dan potensi yang dimiliki para santri :
Kemandirian
Kemandirian tingkah laku adalah kemampuan santri untuk mengambil dan melaksanakan keputusan secara bebas. Proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan santri yang biasa erlangsung di pesantren dapat di katagorikan menjadi dua yaitu, keputusan yang bersifat penting dan keputusan yang bersifat harian.
Keikhlasan
Yakni berbuat sesuatu bukan karna di dorong oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Segala perbuatan di lakukan seata-semata karena untuk ibadah lillah guru ikhlas mendidik, para santri ikhlas belajar dan di didik, pengurus pondok pesantren ikhlas dalam bekerja dan membantu majlis pengasuh dan pimpinan, dan para wali juga ikhlas menyerahkan putra-putrinya sepenuhnya kepada pondok pesantren untuk di didik
Toleransi
Semenjak revormasi digulirkan, diskursus pluralisme dan multikulturalisne di negeri ini trus mengemuka dan berkembang pesat. Terkait dengan masalah tersebut sikap hidup toleran menjadi penting. Toleransi di pandang bisa menjadi perekat baru integrasi bangsa yang sekian lama tercabik-cabik.
Karakteristik
Kepemimpinan strategik di bedakan dari kepemimpinan biasa/rutin berdasarkan 3 dimensi. Yaitu: waktu, skala isu, dan lingkup tindakan. Jenis kepemimpinan ini lebih berurusan dengan waktu yang agak lama (longer term) daripada waktu yang pendek (shorter term). Isu-isu yang di garap berskala nasional atau internasional. Adapun lingkup tindakannya adalah lembaga pesantren secara leseluruhan daripada hanya satu program khusus, hasilnya berupa strategi tindakan.
Strategi tindakan pengasuh pesantren hendaknya berkaitan dengan kurikulum pesantren; pendekatan belajar dan mengajar, struktur dan proses perencanaan, pemecahan masalah, pembuatan keputusan dan evaluasi, dan pendayagunaan berbagai layanan baik secara individual dan institusional. Hal ini sama sekali tidak harus menghambat kiprah para pimpinan pesantren daam kancah sosial kemasyarakatan secara keseluruhan, termasuk dalam arena politik.
Kepemimpinan strategik pengasuh pesantren juga di tunjukkan oleh kemampuannya menetapkan prioritas isu-isu strategis. Pada tataran ini, pengasuh pesantren aktif menyimak perkembangan global sehingga mampu mengindentifikasikan kekuatan, kelemahan, peluang, dan/ ancaman yang mungkin muncul.
Penelitian selama beberapa tahun belom mampu memastikan sifat-sifat pribadi para pemimpin pendidikan. Namun berdasar hasil penelitian tersebut dapat di temukan sifat-sifat yang secara konsisten yang melekat pada pemimpin pendidikan yang efektif. Sifat-sifat tersebut antara lain: rasa tanggungjawab, perhatian untuk menyelesaikan tugas, enerjik, tepat, berani mengambil resiko, orisinal, percaya diri, terampil mengendalikan stress, mampu mempengaruhi, dan mampu mengkoordinasikan usaha pihak lain dalam rangka mencapai tujuan lembaga. Sifat-sifat ini cukup memberi gambaran atau potret tentang pemimpin pendidikan yang sukses dan dalam konteks ini patut di pertimbangkan untuk di transfer kedunia pesantren.
Mengemban sebagai lembaga pendidikan, sebuah pesantren hendaknya memfokuskan program dan kegiatannya untuk memberi pelayanan pendidikan dan belajar-mengajar demi mempersiapkan lulusan santri yang berkualitas. Di sinilah para pemimpin pendidikan pesantren di harapkan mempu menjadi inspirator demi terciptanya komunitas belajar yang dinamis. Marsh (1988) mengidentifikasi komunitas belajar ke dalam: komunitas guru (ustadz), komunitas orang tua dan komunitas murid.
Dalam konteks pendidikan pesantren, iklim belajar yang kondusif harus didukung oleh kinerja kyia, ustadz (guru), santri dan wali santri secara sinergis sesuai kapasitas dan kapabilitasnya masing-masing. Terwujudnya iklim demikian jelas menuntuk kinerja pengasuh pesantren sedemikian rupa sehingga dapat mengembangkan kepemimpinan pendidikan dan pendekatan pendekatan yang merangsang motivasi guru dan santri untuk bekerja secara sungguh-sungguh; santri belajar dan guru mengajar.
Di tengah persaiangan mutu pendidikan secara nasional, menjadi kebutuhan mendesak bahwa penyelenggaraan pendidikan pesantren harus didukung oleh tersedianya guru secara memadahi baik secara kualitatis (profesionak) dan kuantitatif (proporsional). Hal ini di tunjukkan oleh penguasaan para guru di pesantren tidak saja terhadap isi bahan pelajaran yang di ajarkan tetapi juga teknik-teknik mengajar baru yang lebih baik.
Menyadari akan pentingnya penguasaan terhadap dua hal diatas, diharapkan kepada para pengasuh/pemimpin pesantren untuk mengupayakan peningkatan kualitas para gurunya dengan pendekatan dan cara-cara yang cocok dipesantren. Ada beberapa pendekatan peningkatan mutu guru yang mungkin sesuai untk dikemabngkan dipesantren demi memenuhi kebutuhan tersebut. Di antaranya melalui restrukturisasi guru, peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, serta manajemen pelatihan guru melalui teknik-teknik team teachung, mentoring, dan coavhing.
Yang dimaksud dengan restrukturisasi guru pesantren adalah pendayagunaan guru sesuai keperluan lembaga agar mampu bertanggungjawab melekasanakan visi, misi dan tujuan pesantren yang telah di tetapkan secara efektif. Dalam sistem persekolahan modern, fungsi ini dilakukan oleeh pemimpin lembaga secara ketat dengan melakukan spesialisasi tugas kepada guru dan staf lain. Sebaliknya, didunia pesantren fungsi tersebut dapat dilakukan secara fleksible, dimana untuk meningkatkan fungsi layanan pendidikan pesantren, pengasuh pesantren tidak harus membuat spesialisasi ketat dalam pemberian tugas kepada guru atau staf lain.
Pendekatan restrukturisasi guru pesantren secara longgar merupakan konsekuensi logis dari pola manajemen pesantren yang sederhana , tradisional. Biasanya tampilan guru di pesantren lebih di dorong oleh pengabdian seorang guru untuk mengamalkan ilmu yang telah dimiliki. Namun, adapula rekrutment guru berdasarkan kebutuhan lembaga sebagaimana banyak dilakukan oleh pesantren yang menyelenggarakan sistem sekolah dan madrasah, disamping diniyah. Baik kelompok pertama maupun kedua masih sulit untuk dituntut kerja secara profesional, mengingat dua kelompok guru ini tidak menuntut gaji yang maksimal, bahkan banyak diantara mereka tidak meminta gaji sepeserpun. Keadaan demikian sering menimbulkan dilema untuk meningkatkan profesionalisme guru pesantren. Akhirnya kinerja mereka sering terkesan tidak optimal.
Melalui aktualisasi nilai-nilai pesantren yang ada, restrukturisasi guru dapat di wujudkan dengan memberi kesempatan kepada untuk terlibat pada penyusunan danpelaksanaan program-program pendidikan dan pengajaran di dalamnya. Dengan melibatkan mereka, pengasuh pesantren akan lebih mudah mendapat masukan untuk membuat kebijakan pendidikan dan pengajaran. Tentu pelibatan guru dalam kegiatan tersebut didasarkan kepada kompetensi yang dibutuhkan; tugas pokok guru pesantren adalah mengajar dan melaksanakan kurikulum sesuai dengan prioritas, rencana dan sumber-sumber yang tersedia.
Restrukturisasi guru pesantren dapat dilakukan oleh pengasuh melalui cara-cara yang praktis. Misalnya, ketika memberi pengajian kitab, seorang kyai ada baiknya mengalokasikan waktu sejenak untuk menyampaikan informasi yang aktual kepada guru atau santri; tentu jika informasi tersebut bersifat umum. Untuk informasi yang penting dapat disampaikan dalam rapat khusus.
Secara umum, rekstrukturisasi guru pesantren mengandung implikasi-implikasi sebagai berikut:
Tujuan restrukturisasi adalah perubahan jangka panjang yang menuntut keuletan dan ketekutan pemimpin pesantren dalam rangka menciptakan lingkungan belajar-mengajar yang aman dan tentram.
Guru sebagai staf pesantren membutuhkan keterampilan, kewenangan dan waktu untuk menciptakan peranan baru dan lingkungan yang tepat pada mereka
Restrukturisasi lembaga pesantren masyarakat mensyaratkan adanya dukungan terpadu terpadu dan akuntabilitas.
Bimbingan kesantrian
Orang awam kadang kala menyamakan pengertian bimbingan dengan nasehat, saran-saran atau petunjuk-petunjuk bagi siswa/santri yang menyimpang atau kemampuannya kurang. Bahkan ada pula yang mengangap bimbingan sebagai suatu pelayanaan khusus untuk siswa/santri yang nakal di pesantren. Pengertian bimbingan tersebut ternyata salah dan tidak sesuai dengan hakekat bimbingan itu sendiri.
Munculnya pengertian bimbingan seperti di atas menunjukkan bahwa masih terdapat terdapat pemahan arti bimbingan yang kurang benar atau masih miring. Pemahaman pengertian bimbingan yang masih miring tersebut berdampak cukup luas pada masyarakat, bahkan di kalangan para guru/ustadz/ustadzah di pesantren. Penyebaran pengertian bimbingan yang sala tersebut dapat menimbulkan kesan yang negatif terhadap program bimbingan di pesantren dan pada ahirnya hal itu dapat menghambat program bimbingan tersebut.
Pengertian bimbingan yang sebenarnya tidaklah sesempit itu. Bimbingan memiliki misi membantu semua siswa/santri tersebut dapat mengembangkan potensinya secara optimal dalam proses perkembangannya dan agar ia dapat mengenal dirinya serta dapat memperoleh kebahagiaan hidup. Pengertian bimbingan seperti di uraikan di atas sejalan dengan pengertian yang di kemukakan oleh rochman natawidjaja (1972). Di dalam buku “Bimbingan Pendidikan dalam pesantren pembangunan”, ia mendefinisikan bimbingan sebagai berikut:
Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara terus menerus (continue), supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia dapat mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat umumnya.
Pengertian bimbingan diatas masih menunjuk pada pemgertian bimbingan secara umum. Apabila pengertian bimbingan tersebut diaplikasikan dalam dunia pendidikan di pesantren, pengertian bimbingan dapat diartikan sebagai berikut:
Bimbingan di pesantren adalah proses pemberian bantuan kepada santri dengan memperhatikan santri itu sebagai individu dan makhluk sosial serta memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individu agar santri itu dapat membat tahap maju seoptimal mungkin dalam dirinya. Menganalisis dan memecahkan masalah-masalahnya, semuanya itu demi memajukan kebahagiaan hidup terutama pada kesejahteraan mental (Diadaptasikan dari masyhud, 2000).
Bila dibandingkan dengan definisi bimbingan yang berlaku disekolah, maka dapat diperiksa definisi sebagai berikut:
Bimbingan dalam proses pendidikan disekolah ialah proses memberikan bantuan kepada siswa agar ia sebagai pribadi memiliki pemahaman yang benar akan diri pribadinya dan dunia di sekitarnya, mengambil keputusan untuk melangkah maju secara optimal dalam perkembangannya dan dapat menolong didinya sendiri, menghadapi dan memecahkan masalah-masalahnya. Semuanya demi tercapainya penyesuaian yang sehat dan demi memajukan kesejahteraan mentalnya (Masyhud, 2000).
Apabila definisi-definisi tentang bimbingan tersebut diperhatikan secara seksama, pengertian bimbingan tersebut mengandung beberapa unsur-unsur sebagai berikut:
Bimbingan merupakan suatu proses. Kata proses menunjuk pada aktivitas yang terus menerus; bertahap, dan teratur atau sistematis. Dari kata itu juga terkandung pengertian bahwa aktivitas bimbingan membutuhkan waktun yang cukup panjang, tidak dapat dilakukan secara sporadis atau sewaktu-waktu saja. Kegiatan bimbingan juga tidak dapat dilaksanakan secara sembarangan melainkan membutuhkan teknik atau metode tertentu.
Bimbingan mengandung makna bantuan atau pelayanan. Ini mengandung pengertian bahwa bimbingan mengakui akan adanya potensi pada setiap individu. Aktivitas bimbingan harus dilakukan atas dasar kesurelaan pihak yang di bimbing. Membimbing individu melainkan harus menciptakan suasana agar individu menyadari bahwa dirinya membutuhkan bimbingan. Disini juga terkandung azas demokratis dalam bimbingan.
Bantuan bimbingan diperuntukkan bagi semua individu yang memerlukannya. Artinya layanan bimbingan diperuntukkan bagi semua individu/murid tanpa pengecualian asal mereka memiliki kemauan untuk bangkit atau lebih maju daripada kondisi yang ada dan mau menerima bantuan. Bimbingan tidak hanya ditujukan kepada individu yang bermsalah saja atau mengalami gangguan belajar saja, tetapi untuk semua individu agar dapat berkembang secara optimal dalam proses perkembangannya.
Layanan bimbingan memerhatikan posisi seseorang/murid/santri sebagai makhluk individu dan sosial. Layanan bimbingan ditujukan untuk mengembangkan optimal seseorang sebagai individu agar dia dapat berkembang sebagai pribadi yang utuh, tangguh dan kuat serta realistik. Disamping itu, bimbingan juga dimaksudkan untuk membantu membuat penyesuaian-penyesuian sosial agar dia dapat hidup bersama orang lain secara harmonis, bahagia, menyenangkan dan bersifat realistik.
Layanan bimbingan memperhatikan adanya perbedaan individu. Aktivitas layanan bimbingan menggunakan teknik/metode atau pendekatan yang sesuai dengan krakteristik atau ciri khas individu yang bersifat unik. Dalam bimbingan tidak ada teknik atau pendekatan yang cocok untuk semua orang. Pemilihan teknik atau pendekatan harus disesuaikan dengan karakteristik dan individu yang dibimbing. Disamping itu layanan bimbingan juga disesuaiakan dengan kebutuhan masing-masing individu yang dibimbing. Dengan demikian layanan bimbingan lebih menekankan pada pendekatan yang bersifat individual.
Kegiatan bimbingan memiliki 2 sasaran, yaitu: sasaran jangka pendek dan sasaran jangka panjang. Sasaran jangka pendek dimaksudkan agar selama dan setelah memperoleh bimbingan individu dapat mencapai perkembangan secara optimal , dapat memahami diri, menolong diri, memecahkan persoalan –persoalan yang dihadapi, membuat pilihan-pilihan, dan dapat mengadakan penyesuaian dengan lingkungan sesuai dengan tahap perkembangannya. Sedangkan sasaran jangka panjang bimbingan adalah agar individu yang telah mendapatkan layanan bimbingan dapat memperoleh kebahagiaan hidup, terutama berkaitan dengan kesejahteraan mental yang optimal.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pesantren atau pondok adalah lembaga yang merupakan wujud proses pengembangan sistem pendidikan nasional. Dari segi historis pesantren tidak hanya di identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian indonesia.
Kepemimpinan strategik di bedakan dari kepemimpinan biasa/rutin berdasarkan 3 dimensi. Yaitu: waktu, skala isu, dan lingkup tindakan. Jenis kepemimpinan ini lebih berurusan dengan waktu yang agak lama (longer term) daripada waktu yang pendek (shorter term). Isu-isu yang di garap berskala nasional atau internasional. Adapun lingkup tindakannya adalah lembaga pesantren secara leseluruhan daripada hanya satu program khusus, hasilnya berupa strategi tindakan.
Orang awam kadang kala menyamakan pengertian bimbingan dengan nasehat, saran-saran atau petunjuk-petunjuk bagi siswa/santri yang menyimpang atau kemampuannya kurang. Bahkan ada pula yang mengangap bimbingan sebagai suatu pelayanaan khusus untuk siswa/santri yang nakal di pesantren. Pengertian bimbingan tersebut ternyata salah dan tidak sesuai dengan hakekat bimbingan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad fathurrohman, sulistyorini, (implemetasi manajemen peningkatan mutu pendidikan islam), yogjakarta, TERAS.
Drs. H. M. Sulthon Masyhud, M.Pd (Manajemen Pondok Pesantren). Jakarta, DIVA PUSTAKA.
Drs. Moh. Khusnurdilo, M. Pd (Manajemen Pondok Pesantren). Jakarta, DIVA PUSTAKA.
Drs. Imam Safe’i, M.Pd (Manajemen Pondok Pesantren). Jakarta, DIVA PUSTAKA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar